Ahlan Wa Sahlan

IQRO ( BACALAH )

Bacalah dirimu, Bacalah dari apa engkau dijadikan

Bacalah kejadian demi kejadian, Bacalah masa lalu, dan apa-apa yang ditinggalkan, Bacalah masa kini, dan apa-apa yang ada disekitarmu, Bacalah masa yang akan datang dan apa-apa yang akan dan tentu terjadinya.

Sungguh ALLOH telah memberimu berlimpah-limpah, dan tegak kanlah kebenaran itu dengan daya juang yang tak kenal payah dan henti ( sabar),......................

Selamat datang ana ucapkan kepada akhi dan ukhti, semoga apa yang tertulis di blog ini bermanfaat bagi kita dalam menSyiarkan Islam, serta sebagai media bagi kita untuk saling bersilaturahmi.

Kritik dan saran dapat di sampaikan ke is.majid@gmail.com

Wassalam

AddThis

Bookmark and Share

Jumat, 25 April 2008

SYAIR PENJUAL KACANG

SYAIR PENJUAL KACANG
-------------------------------------
Emha Ainun Nadjib (1987)



Al-Habib , seorang yang dikasihi oleh banyak orang dan senantiasa didambakan kemuliaan hatinya, malam itu mengimami sholat isya suatu jamaah yang terdiri dari para pejabat negara dan pemuka masyarakat.


Berbeda dengan adatnya, sesudah tahiyyat akhir diakhiri dengan salam,
Al-Habib langsung membalikan tubuhnya, menghadapkan wajahnya
kepada para jamaah dan menyorotkan matanya tajam-tajam.

" Salah seorang dari kalian keluarlah sejenak dari ruang ini, "
katanya, " Di halaman depan sedang berdiri seorang penjual kacang godok.

Keluarkan sebagian dari uang kalian, belilah barang beberapa bungkus."

Beberapa orang langsung berdiri dan berlari keluar, dan kembali
ke ruangan beberapa saat kemudian.

" Makanlah kalian semua, " lanjut Al-Habib, "Makanlah biji-biji kacang itu, yang diciptakan oleh Alloh dengan kemuliaan , yang dijual oleh kemuliaan dan dibeli oleh kemuliaan. "

Para jamaah tak begitu memahami kata-kata

Al- abib, sehingga sambil menguliti dan memakan kacang, wajah mereka tampak kosong.

" Setiap penerimaan dan pengeluaran uang," kata Al-Habib, hendaklah dipertimbangkan berdasarkan nilai kemuliaan.

Bagaimana mencari uang, bagaimana sifat proses datangnya uang ke saku kalian, untuk apa dan kepada siapa uang itu dibelanjakan atau diberikan, akan menjadi ibadah yang tinggi derajatnya apabila diberangkatkan dari perhitungan untuk memperoleh kemuliaan."

" Tetapi ya Habib, seorang bertanya, " apa hubungan antara kita beli kacang malam ini dengan kemuliaan ? " Al-habib menjawab,

" Penjual kacang itu bekerja sampai larut malam atau bahkan sampai menjelang pagi.Ia menyusuri jalanan, menembus gang-gang kota dan kampung-kampung.

Di malam hari pada umumnya orang tidur, tetapi penjual kacang itu amat yakin bahwa Alloh membagi rejeki bahkan kepada seekor nyamuk
pun.

Itu taqwa namanya.

Berbeda dari sebagian kalian yang sering tak yakin akan kemurahan Alloh, sehingga cemas dan untuk menghilangkan kecemasan hidupnya ia lantas melakukan korupsi, menjilat atasan serta bersedia melakukan dosa apa pun saja asal mendatangkan uang. "


Suasana menjadi hening.

Para jamaah menundukkan kepala dalam-dalam.

Dan Al-Habib meneruskan, " Istri dan anak penjual kacang itu menunggu di rumah, meunggu dua atau tiga ribu rupiah hasil kerja semalaman.

Mereka ikhlas dalam keadaan itu.Penjual kacang itu tidak mencuri
atau memperoleh uang secara jalan pintas lainnya.

Kalau ia punya situasi mental mencuri, tidaklah ia akan tahan berjam-jam berjualan. "


" Punyakah kalian ketahanan mental setinggi itu ? " Al-Habib bertanya,

" Lebih muliakah kalian dibanding penjual kacang itu, atau ia lebih mulia dari kalian ?

Lebih rendahkah derajat penjual kacang itu dibanding kalian, atau di mata Alloh ia lebih tinggi maqom-nya dari kalian ?

Kalau demikian, kenapa dihati kalian selalu ada perasaan dan anggapan bahwa
seorang penjual kacang adalah orang rendah dan orang kecil ? "


Dan ketika akhirnya Al-Habib mengatakan, " Maha Mulia Alloh yang
menciptakan kacang,

sangat mulia si penjual kacang itu dalam pekerjaannya,

serta mulia pulalah kalian yang membeli kacang berdasar makrifat terhadap kemuliaan....".


Salah seorang berteriak, melompat dan memeluk tubuh Al -Habib erat-erat.



* dari :
Emha Ainun Nadjib
Seribu masjid Satu jumlahnya
Tahajjud cinta seorang hamba
Penerbit Mizan 1995

0 Comments: