Ahlan Wa Sahlan

IQRO ( BACALAH )

Bacalah dirimu, Bacalah dari apa engkau dijadikan

Bacalah kejadian demi kejadian, Bacalah masa lalu, dan apa-apa yang ditinggalkan, Bacalah masa kini, dan apa-apa yang ada disekitarmu, Bacalah masa yang akan datang dan apa-apa yang akan dan tentu terjadinya.

Sungguh ALLOH telah memberimu berlimpah-limpah, dan tegak kanlah kebenaran itu dengan daya juang yang tak kenal payah dan henti ( sabar),......................

Selamat datang ana ucapkan kepada akhi dan ukhti, semoga apa yang tertulis di blog ini bermanfaat bagi kita dalam menSyiarkan Islam, serta sebagai media bagi kita untuk saling bersilaturahmi.

Kritik dan saran dapat di sampaikan ke is.majid@gmail.com

Wassalam

AddThis

Bookmark and Share

Senin, 30 Juni 2008

Antara Springbed-ku dan Tikar Rasulullah

Bulan ini adalah bulan penuh discount bila kita berbelanja di mall wilayah Jakarta. Katanya karena menyambut hari jadi kota Jakarta setiap tanggal 22 Juni, seperti juga kemarin malam, sebuah mall besar mengadakan “midnight sale” untuk berbagai produk yang ditawarkan dengan harga “miring”.
Sudah pasti para pengunjung akan membludak membanjiri setiap sudut mall tersebut,
tidak terkecuali aku. Dengan perasaan penasaran, ku“satroni” mall tersebut sepulang kantor bersama beberapa rekan kerja yang memang hoby “berburu discount” di mall-mall.
Selepas maghrib, kami meluncur menuju mall dengan penuh harap mendapatkan barang berkualitas dengan harga “sangat” pantas. Sesampai di sana, kami melihat mall sudah penuh sesak oleh pengunjung yang memenuhi setiap counter barang berlabel “discount”.
Kami menembus kerumunan manusia, mencari barang yang menarik. Sampailah di tengan mall, tempat yang paling menyemut pengunjungnya, terlihat mereka sedang berebut “bantal”. Kami jadi penasaran dan ikut menyerbu timbunan bantal yang tertulis 300-an ribu menjadi 99 ribu “saja”, segera kami ikut berebut mendapatkannya.
Dengan susah payah berhasil kudapatkan dua buah bantal, tiba-tiba di sebelah kiriku seorang ibu berjilbab menarik bantal di tanganku, tampak dia dengan semangat empat lima mencoba mendapatkannya.
Akhirnya kurelakan sebuah bantal lepas dari tanganku, memang bantal-bantal tersebut terkenal dengan kualitas dan kelembutannya.
Harga tidak jadi soal karena sudah mendapat discout enam puluh persen lebih, Wajarlah menjadi rebutan para pengunjung, pikirku. Setelah “penyerbuan” ke daerah bantal, kami lanjutkan “browsing” ke tempat lainnya. Belum lengkap membeli bantal jika tidak disertai sarungnya, Aku melihat sebuah sarung bantal “unik” bermotif batik. Setelah kulihat harganya yang juga “miring” dari seratus ribu menjadi empat puluh lima ribu, langsung kuambil sarung bantal tersebut. Perjalanan kami tidak terhenti sampai di situ. Setiap sudut mall, tak luput dari “operasi sweeping” kami.
Alhasil uang enam ratus ribu rupiah melayang dari saku. Entah teman-temanku, berapa rupiah yang sudah dikeluarkan dari koceknya. Yang aku yakin, transaksi di mall malam itu bisa mencapai ratusan juta atau malah miliaran rupiah.
Sungguh angka yang spektakuler untuk kondisi bangsa saat ini.


Sesampai di rumah, kukeluarkan semua barang belanjaan.
Bantal dan sarungnya langsung masuk ke kamar tidur, sejenak aku tertegun “Untuk apa aku membeli bantal dan sarungnya dengan nilai seratus empat puluh empat ribu rupiah?” karena di atas springbed masih utuh bantal pemberian istriku setahun lalu.
Walau harganya hanya tiga puluh ribu rupiah, kelembutannya tetap terasa serta bentuknya masih sempurna setelah sekian waktu menopang berat kepala dan tubuhku.


Baru terpikir, uang yang kukeluarkan untuk sebuah bantal dan sarungnya
adalah separuh dari Dana Bantuan Langsung Tunai yang diterima warga tak
mampu setiap bulannya. Uang yang cukup tak cukup, harus cukup menutupi kenaikan harga-harga mengikuti naiknya BBM.
Mereka yang tak mampu, jangankan memikirkan membeli sebuah bantal, untuk makan sederhanapun harus berhitung dengan dana yang mereka punya. Kami, aku dan teman-teman di kantor, tak terlalu repot memikirkan makan hari ini atau makan untuk
hari-hari esok. Gaji kami lebih dari cukup untuk membeli makan kami sekeluarga, keperluan rumah tangga, biaya sekolah anak-anak, bahkan masih bisa untuk membayar asuransi pendidikan mereka.


Malamnya saat sholat Isya, aku “berkeringat” mengingat kisah Rasulallah.
Betapa beliau begitu bersahajanya, sehingga istri Beliau, Aisyah terharu melihat Baginda Rasul tidur hanya beralaskan pelepah korma, tanpa empuknya bantal
dari bulu angsa yang biasa digunakan para raja-raja.
Bahkan sering beliau tidur dengan perut kosong di ganjal batu menahan lapar, karena sekerat roti miliknya diberikan pada tetangganya yang lebih membutuhkan. Harta beliau lebih banyak dipergunakan untuk umat, perjuangan dan kepentingan agama
Allah.


Kini kami para pengikutnya, berleha-leha di atas springbed empuk dengan bantal lembut berselimut hangat serta perut kekenyangan. Tidak peduli dengan saudara lainnya yang kurang beruntung yang hidup di tenda-tenda pengungsian ataupun di bawah-bawah jembatan, menanti tak pasti akan hari esok. Begitu banyak televisi menayangkan anak-anak kurang gizi dan orang-orang kelaparan yang berpacu dengan “maut”.



Sementara kami yang lebih beruntung, lebih memilih membeli bantal empuk yang lebih sering melenakan kami hingga terlewat berjamaah di masjid setelah Adzan Subhuh dikumandangkan.
Lebih menyesakkan lagi, kami tak berhitung mengeluarkan uang lebih hanya untuk kenyamanan sebuah kamar tidur, ketimbang pembangunan sebuah rumah Allah yang kami sumbang ala kadarnya. Sebuah rumah Allah yang kelak akan mengantarkan kami ke “peraduan” terakhir, yang akan kami huni selama-lamanya di akhirat nanti.





Ya Rasulallah, betapa jauh jarak kami darimu
Betapa jauh sifat kami dengan kedermawananmu


Ya Rasulallah betapa kami ingin sepertimu
Betapa kami sangat mencintai dan merindukanmu


Sahabatku
jojo_wahyudi


(Saat gemerlapnya Pesta Perayaan Ulang Tahun Ibu Kota - 22 Juni)

0 Comments: