Ahlan Wa Sahlan

IQRO ( BACALAH )

Bacalah dirimu, Bacalah dari apa engkau dijadikan

Bacalah kejadian demi kejadian, Bacalah masa lalu, dan apa-apa yang ditinggalkan, Bacalah masa kini, dan apa-apa yang ada disekitarmu, Bacalah masa yang akan datang dan apa-apa yang akan dan tentu terjadinya.

Sungguh ALLOH telah memberimu berlimpah-limpah, dan tegak kanlah kebenaran itu dengan daya juang yang tak kenal payah dan henti ( sabar),......................

Selamat datang ana ucapkan kepada akhi dan ukhti, semoga apa yang tertulis di blog ini bermanfaat bagi kita dalam menSyiarkan Islam, serta sebagai media bagi kita untuk saling bersilaturahmi.

Kritik dan saran dapat di sampaikan ke is.majid@gmail.com

Wassalam

AddThis

Bookmark and Share

Jumat, 19 Desember 2008

Ketahuilah Beberapa Adab Ketika Musim Hujan

Disusun oleh Muhammad Abduh Tuasikal

Segala puji bagi Allah Ta’ala atas segala macam nikmat yang telah diberikan-Nya. Dan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta keluarga, para sahabatnya dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Segala puji bagi Allah, pada saat ini Allah telah menganugerahkan kita suatu karunia dengan menurunkan hujan melalui kumpulan awan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ”Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya?” (QS. Al Waqi’ah [56] : 68-69)
Begitu juga firman Allah Ta’ala (yang artinya), ”Dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah.” (QS. An Naba’ [78] : 14). Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya),”Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya.” (QS. An Nur [24] : 43) yaitu dari celah-celah awan. (Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah, 24/262, Maktabah Syamilah)
Merupakan tanda kekuasaan Allah Ta’ala, kesendirian-Nya dalam menguasai dan mengatur alam semesta, Allah menurunkan hujan pada tanah yang tandus yang tidak tumbuh tanaman sehingga pada tanah tersebut tumbuhlah tanaman yang indah untuk dipandang. Allah Ta’ala telah mengatakan yang demikian dalam firman-Nya (yang artinya), “Dan di antara tanda-tanda-Nya (ialah) bahwa kau lihat bumi kering dan gersang, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya, Pastilah dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fushshilat [41] : 39). Itulah hujan, yang Allah turunkan untuk menghidupkan tanah yang mati. Sebagaimana pembaca dapat melihat pada daerah yang kering dan jarang sekali dijumpai air seperti Gunung Kidul, tatkala hujan itu turun, datanglah keberkahan dengan mekarnya kembali berbagai tanaman dan pohon jati kembali hidup setelah sebelumnya kering tanpa daun. Sungguh ini adalah suatu kenikmatan yang amat besar.
Sebagai tanda syukur kepada Allah atas nikmat hujan yang telah diberikan ini, sudah selayaknya kita mengamalkan berbagai adab ketika musim hujan berikut ini.

[1] Keadaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Tatkala Mendung

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,

”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila melihat awan (yang belum berkumpul sempurna, pen) di salah satu ufuk langit, beliau meninggalkan aktivitasnya –meskipun dalam shalat- kemudian beliau kembali melakukannya lagi (jika hujan sudah selesai, pen). Ketika awan tadi telah hilang, beliau memuji Allah. Namun, jika turun hujan, beliau mengucapkan,’Allahumma shoyyiban nafi’an’ [Ya Allah jadikanlah hujan ini sebagi hujan yang bermanfaat].” (Lihat Adabul Mufrod no. 686, dihasankan oleh Syaikh Al Albani)

Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam memuji Allah setelah awan tadi hilang karena ditakutkan awan ini adalah tanda datangnya adzab dan kemurkaan Allah. (Lihat Syarh Shohih Adabil Mufrod, 2/343)

’Aisyah radhiyallahu ’anha berkata,

”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam apabila melihat mendung di langit, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam beranjak ke depan, ke belakang atau beralih masuk atau keluar, dan berubahlah raut wajah beliau shallallahu ’alaihi wa sallam. Apabila hujan turun, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam mulai menenangkan hatinya. ’Aisyah sudah memaklumi beliau shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan seperti itu. Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengatakan, ”Aku tidak mengetahui apa ini, seakan-akan inilah yang terjadi (pada Kaum ’Aad) sebagaimana pada firman Allah (yang artinya), ”Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka.” (QS. Al Ahqaf [46] : 24)” (HR. Bukhari no. 3206)

[2] Mensyukuri Nikmat Turunnya Hujan

Apabila Allah memberi nikmat dengan diturunkannya hujan, dianjurkan bagi seorang muslim untuk membaca do’a,

اللَّهُمَّ صَيِّباً ناَفِعاً

“Allahumma shoyyiban nafi’an (Ya Allah, turunkanlah hujan yang bermanfaat).” Itulah yang Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ucapkan ketika melihat hujan turun. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummul Mukminin, Aisyah radhiyallahu ’anha, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam tatkala melihat hujan turun, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam mengucapkan ’Allahumma shoyyiban nafi’an’ [Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat]”. (HR. Bukhari, Ahmad, dan An Nasai). Yang dimaksud shoyyiban adalah hujan. (Lihat Al Jami’ Liahkamish Sholah, 3/113, Maktabah Syamilah dan Zadul Ma’ad, I/439, Maktabah Syamilah)

[3] Turunnya Hujan, Salah Satu Waktu Terkabulnya Do’a

Ibnu Qudamah dalam Al Mughni, 4/342 mengatakan,”Dianjurkan untuk berdo’a ketika turunnya hujan, sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

اُطْلُبُوا اسْتِجَابَةَ الدُّعَاءِ عِنْدَ ثَلَاثٍ : عِنْدَ الْتِقَاءِ الْجُيُوشِ ، وَإِقَامَةِ الصَّلَاةِ ، وَنُزُولِ الْغَيْثِ

’Carilah do’a yang mustajab pada tiga keadaan : [1] Bertemunya dua pasukan, [2] Menjelang shalat dilaksanakan, dan [3] Saat hujan turun.” (Dikeluarkan oleh Imam Syafi’i dalam Al Umm dan Al Baihaqi dalam Al Ma’rifah dari Makhul secara mursal. Dishohihkan oleh Syaikh Al Albani, lihat hadits no. 1026 pada Shohihul Jami’)

[4] Tatkala Terjadi Hujan Lebat

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu saat pernah meminta diturunkan hujan. Kemudian tatkala hujan turun begitu lebatnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a,

اللَّهُمّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan.” (HR. Bukhari no. 1013 dan 1014). Oleh karena itu, saat turun hujan lebat sehingga ditakutkan membahayakan manusia, dianjurkan untuk membaca do’a di atas. (Lihat Al Jami’ Liahkamish Sholah, 3/114, Maktabah Syamilah)

[5] Mengambil Berkah dari Air Hujan

Anas radhiyallahu ‘anhu berkata,”Kami bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah kehujanan. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyingkap bajunya hingga terguyur hujan. Kemudian kami mengatakan,’Ya Rasulullah, mengapa engkau melakukan demikian?’
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى

“Karena dia baru saja Allah ciptakan.” (HR. Muslim no. 2120)

An Nawawi dalam Syarh Muslim, 6/195, makna hadits ini adalah bahwasanya hujan itu rahmat yaitu rahmat yang baru saja diciptakan oleh Allah Ta’ala, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertabaruk (mengambil berkah) dari hujan tersebut.

Kemudian An Nawawi mengatakan,”Dalam hadits ini terdapat dalil bagi ulama syafi’iyyah tentang dianjurkannya menyingkap sebagian badan (selain aurat) pada awal turunnya hujan, agar terguyur air hujan tersebut.
Dan mereka juga berdalil bahwa seseorang yang tidak memiliki keutamaan (ilmu), apabila melihat orang yang lebih berilmu melakukan sesuatu yang dia tidak ketahui, hendaknya dia menanyakan untuk diajari lalu dia mengamalkannya dan mengajarkannya pada yang lain.” (Lihat Syarh Nawawi ‘ala Muslim, 6/195, Maktabah Syamilah)

Lihat pula perbuatan sahabat yang satu ini, dia juga mengambil berkah dari air hujan dengan mengguyur pakaian dan pelananya.

Dari Ibnu Abbas, beliau radhyillahu ‘anhuma berkata,

أَنَّهُ كَانَ إِذَا أَمْطَرَتِ السَّمَاءُ، يَقُوْلُ: “يَا جَارِيَّةُ ! أَخْرِجِي سَرْجِي، أَخْرِجِي ثِيَابِي، وَيَقُوْلُ: وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكاً [ق: 9].

”Apabila turun hujan, beliau mengatakan,’Wahai jariyah keluarkanlah pelanaku, juga bajuku’.” Lalu beliau membacakan (ayat) [yang artinya],”Dan Kami menurunkan dari langit air yang penuh barokah (banyak manfaatnya).” (QS. Qaaf [50] : 9)” (Lihat Adabul Mufrod no. 1228. Syaikh Al Albani mengatakan sanad hadits ini shohih dan hadits ini mauquf [perkataan sahabat])

[6] Dianjurkan Berwudhu dari Air Hujan

Dianjurkan untuk berwudhu dari air hujan apabila airnya mengalir deras (Lihat Al Mughni, 4/343, Maktabah Syamilah).

Dari Yazid bin Al Hadi, apabila air yang deras mengalir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

اُخْرُجُوا بِنَا إلَى هَذَا الَّذِي جَعَلَهُ اللَّهُ طَهُورًا ، فَنَتَطَهَّرَمِنْهُ وَنَحْمَدَ اللّهَ عَلَيْهِ

”Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci.” Kemudian kami bersuci dengan air tersebut dan memuji Allah atas nikmat ini.” (Lihat Zadul Ma’ad, I/439, Maktabah Syamilah)

Namun, hadits di atas munqothi’ (terputus sanadnya) sebagaimana dikatakan oleh Al Baihaqi (Lihat Irwa’ul Gholil).

Hadits yang serupa adalah,

كَانَ يَقُوْلُ إِذَا سَالَ الوَادِي ” أُخْرُجُوْا بِنَا إِلَى هَذَا الَّذِي جَعَلَهُ اللهُ طَهُوْرًا فَنَتَطَهَّرُ بِهِ

“Apabila air mengalir di lembah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,’Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci’, kemudian kami bersuci dengannya.” (HR. Muslim, Abu Daud, Al Baihaqi, dan Ahmad. Lihat Irwa’ul Gholil)

[7] Janganlah Mencela Hujan

Sungguh sangat disayangkan sekali, setiap orang sudah mengetahui bahwa hujan merupakan kenikmatan dari Allah Ta’ala. Namun, ketika hujan dirasa mengganggu aktivitasnya, timbullah kata-kata celaan dari seorang muslim seperti ‘Aduh!! hujan lagi, hujan lagi’. Sungguh, kata-kata seperti ini tidak ada manfaatnya sama sekali, dan tentu saja akan masuk dalam catatan amal yang jelek karena Allah berfirman,

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
”Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf [50] : 18)

Bahkan kata-kata seperti ini bisa termasuk kesyirikan sebagaimana seseorang mencela makhluk yang tidak dapat berbuat apa-apa seperti masa (waktu).

Hal ini dapat dilihat pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,“Allah Ta’ala berfirman, ‘Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa, Aku-lah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti.’ ” (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,”Janganlah kamu mencaci maki angin.” (HR. Tirmidzi, beliau mengatakan hasan shohih)

Dari dalil di atas terlihat bahwa mencaci maki masa (waktu), angin dan makhluk lain yang tidak dapat berbuat apa-apa, termasuk juga hujan adalah terlarang. Larangan ini bisa termasuk syirik akbar (syirik yang mengeluarkan seseorang dari Islam) jika diyakini makhluk tersebut sebagai pelaku dari sesuatu yang jelek yang terjadi. Meyakini demikian berarti meyakini bahwa makhluk tersebut yang menjadikan baik dan buruk dan ini sama saja dengan menyatakan ada pencipta selain Allah. Namun, jika diyakini yang menakdirkan adalah Allah sedangkan makhluk-makhluk tersebut bukan pelaku dan hanya sebagai sebab saja, maka seperti ini hukumnya haram, tidak sampai derajat syirik. Dan apabila yang dimaksudkan cuma sekedar pemberitaan, -seperti mengatakan,’Hari ini hujan deras, sehingga kita tidak bisa berangkat ke masjid untuk shalat’-, tanpa ada tujuan mencela sama sekali maka seperti ini tidaklah mengapa. (Lihat Mutiara Faedah Kitab Tauhid, 227-231)

Perhatikanlah hal ini! Semoga Allah selalu menjaga kita, agar lisan ini banyak bersyukur kepada-Nya atas karunia hujan ini, dan semoga Allah melindungi kita dari banyak mencela.

[8] Berdo’a Setelah Turunnya Hujan

Dari Zaid bin Kholid Al Juhani, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat shubuh bersama kami di Hudaibiyah setelah hujan turun pada malam harinya. Tatkala hendak pergi, beliau menghadap jama’ah shalat, lalu mengatakan,”Apakah kalian mengetahui apa yang dikatakan Rabb kalian?” Kemudian mereka mengatakan,”Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِى مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ. فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا. فَذَلِكَ كَافِرٌ بِى مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ »

“Pada pagi hari, di antara hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada yang kafir. Siapa yang mengatakan ’Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah), maka dialah yang beriman kepadaku dan kufur terhadap bintang-bintang. Sedangkan yang mengatakan ‘Muthirna binnau kadza wa kadza’ (Kami diberi hujan karena sebab bintang ini dan ini), maka dialah yang kufur kepadaku dan beriman pada bintang-bintang.”(HR. Muslim n0. 240)
Dari hadits ini terdapat dalil untuk mengucapkan ‘Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ setelah turun hujan sebagai tanda syukur atas nikmat hujan yang diberikan.

Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah mengatakan,”Tidak boleh bagi seseorang menyandarkan turunnya hujan karena sebab bintang-bintang. Hal ini bisa termasuk kufur akbar yang menyebabkan seseorang keluar dari Islam, jika meyakini bahwa bintang tersebut adalah yang menciptakan hujan. Namun kalau menganggap bintang tersebut hanya sebagai sebab, maka seperti ini termasuk kufur ashgor (kufur yang tidak menyebabkan seseorang keluar dari Islam). Ingatlah bahwa bintang tidak memberikan pengaruh terjadinya hujan. Bintang hanya sekedar waktu semata.” (Kutub wa Rosa’il Lil ‘Utsaimin, 170/20, Maktabah Syamilah)

Demikian beberapa adab ketika musim hujan. Semoga kita termasuk orang-orang yang diberi taufik oleh Allah untuk mengamalkannya.

0 Comments: