Ahlan Wa Sahlan

IQRO ( BACALAH )

Bacalah dirimu, Bacalah dari apa engkau dijadikan

Bacalah kejadian demi kejadian, Bacalah masa lalu, dan apa-apa yang ditinggalkan, Bacalah masa kini, dan apa-apa yang ada disekitarmu, Bacalah masa yang akan datang dan apa-apa yang akan dan tentu terjadinya.

Sungguh ALLOH telah memberimu berlimpah-limpah, dan tegak kanlah kebenaran itu dengan daya juang yang tak kenal payah dan henti ( sabar),......................

Selamat datang ana ucapkan kepada akhi dan ukhti, semoga apa yang tertulis di blog ini bermanfaat bagi kita dalam menSyiarkan Islam, serta sebagai media bagi kita untuk saling bersilaturahmi.

Kritik dan saran dapat di sampaikan ke is.majid@gmail.com

Wassalam

AddThis

Bookmark and Share

Selasa, 16 Juni 2009

Sujud Tilawah, Membuat Setan Menangis dan Lari

Sujud tilawah adalah sujud yang disebabkan karena membaca atau mendengar ayat-ayat sajadah yang terdapat dalam Al Qur’an Al Karim.

Keutamaan Sujud Tilawah

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا قَرَأَ ابْنُ آدَمَ السَّجْدَةَ فَسَجَدَ اعْتَزَلَ الشَّيْطَانُ يَبْكِى يَقُولُ يَا وَيْلَهُ – وَفِى رِوَايَةِ أَبِى كُرَيْبٍ يَا وَيْلِى – أُمِرَ ابْنُ آدَمَ بِالسُّجُودِ فَسَجَدَ فَلَهُ الْجَنَّةُ وَأُمِرْتُ بِالسُّجُودِ فَأَبَيْتُ فَلِىَ النَّارُ

“Jika anak Adam membaca ayat sajadah, lalu dia sujud, maka setan akan menjauhinya sambil menangis. Setan pun akan berkata-kata: “Celaka aku. Anak Adam disuruh sujud, dia pun bersujud, maka baginya surga. Sedangkan aku sendiri diperintahkan untuk sujud, namun aku enggan, sehingga aku pantas mendapatkan neraka.” (HR. Muslim no. 81)

Begitu juga keutamaan sujud tilawah dijelaskan dalam hadits yang membicarakan keutamaan sujud secara umum.

Dalam hadits tentang ru’yatullah (melihat Allah) terdapat hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

حَتَّى إِذَا فَرَغَ اللَّهُ مِنَ الْقَضَاءِ بَيْنَ الْعِبَادِ وَأَرَادَ أَنْ يُخْرِجَ بِرَحْمَتِهِ مَنْ أَرَادَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ أَمَرَ الْمَلاَئِكَةَ أَنْ يُخْرِجُوا مِنَ النَّارِ مَنْ كَانَ لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا مِمَّنْ أَرَادَ اللَّهُ تَعَالَى أَنْ يَرْحَمَهُ مِمَّنْ يَقُولُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ. فَيَعْرِفُونَهُمْ فِى النَّارِ يَعْرِفُونَهُمْ بِأَثَرِ السُّجُودِ تَأْكُلُ النَّارُ مِنِ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ أَثَرَ السُّجُودِ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَى النَّارِ أَنْ تَأْكُلَ أَثَرَ السُّجُودِ.

“Hingga Allah pun menyelesaikan ketentuan di antara hamba-hamba-Nya, lalu Dia menghendaki dengan rahmat-Nya yaitu siapa saja yang dikehendaki untuk keluar dari neraka. Dia pun memerintahkan malaikat untuk mengeluarkan dari neraka siapa saja yang sama sekali tidak berbuat syirik kepada Allah. Termasuk di antara mereka yang Allah kehendaki adalah orang yang mengucapkan ‘laa ilaha illallah’. Para malaikat tersebut mengenal orang-orang tadi yang berada di neraka melalui bekas sujud mereka. Api akan melahap bagian tubuh anak Adam kecuali bekas sujudnya. Allah mengharamkan bagi neraka untuk melahap bekas sujud tersebut.” (HR. Bukhari no. 7437 dan Muslim no. 182)

Dalam shahih Muslim, An Nawawi menyebutkan sebuah Bab “Keutamaan sujud dan dorongan untuk melakukannya”.

Dari Tsauban, bekas budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia ditanyakan oleh Ma’dan bin Abi Tholhah Al Ya’mariy mengenai amalan yang dapat memasukkannya ke dalam surga atau amalan yang paling dicintai di sisi Allah. Tsauban pun terdiam, hingga Ma’dan bertanya sampai ketiga kalinya. Kemudian Tsauban berkata bahwa dia pernah menanyakan hal ini pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau menjawab,

عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّهِ فَإِنَّكَ لاَ تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلاَّ رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً

“Perbanyaklah sujud kepada Allah. Sesungguhnya jika engkau bersujud sekali saja kepada Allah, dengan itu Allah akan mengangkat satu derajatmu dan juga menghapuskan satu kesalahanmu”.

Ma’dan berkata, “Kemudian aku bertemu Abud Darda, lalu menanyakan hal yang sama kepadanya. Abud Darda’ pun menjawab semisal jawaban Tsauban kepadaku.” (HR. Muslim no.488)

Juga hadits lainnya yang menceritakan keutamaan sujud yaitu hadits Robi’ah bin Ka’ab Al Aslamiy. Dia menanyakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai amalan yang bisa membuatnya dekat dengan beliau di surga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَأَعِنِّى عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ

“Bantulah aku (untuk mewujudkan cita-citamu) dengan memperbanyak sujud (shalat).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sujud Tilawah Wajib Ataukah Sunnah?

Para ulama sepakat (beijma’) bahwa sujud tilawah adalah amalan yang disyari’atkan. Di antara dalilnya adalah hadits Ibnu ‘Umar:

كَانَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ فَيَقْرَأُ سُورَةً فِيهَا سَجْدَةٌ فَيَسْجُدُ وَنَسْجُدُ مَعَهُ حَتَّى مَا يَجِدُ بَعْضُنَا مَوْضِعًا لِمَكَانِ جَبْهَتِهِ

“Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam pernah membaca Al Qur’an yang di dalamnya terdapat ayat sajadah. Kemudian ketika itu beliau bersujud, kami pun ikut bersujud bersamanya sampai-sampai di antara kami tidak mendapati tempat karena posisi dahinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kemudian para ulama berselisih pendapat apakah sujud tilawah wajib ataukah sunnah.

Menurut Ats Tsauri, Abu Hanifah, salah satu pendapat Imam Ahmad, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, sujud tilawah itu wajib.

Sedangkan menurut jumhur (mayoritas) ulama yaitu Malik, Asy Syafi’i, Al Auza’i, Al Laitsi, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, Daud dan Ibnu Hazm, juga pendapat sahabat Umar bin Al Khattab, Salman, Ibnu ‘Abbas, ‘Imron bin Hushain, mereka berpendapat bahwa sujud tilawah itu sunnah dan bukan wajib.

Dalil ulama yang menyatakan sujud tilawah adalah wajib, yaitu firman Allah Ta’ala,

فَمَا لَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ وَإِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْآنُ لَا يَسْجُدُونَ

“Mengapa mereka tidak mau beriman? dan apabila Al Quraan dibacakan kepada mereka, mereka tidak bersujud.” (QS. Al Insyiqaq: 20-21).

Para ulama yang mewajibkan sujud tilawah beralasan, dalam ayat ini terdapat perintah dan hukum asal perintah adalah wajib. Dan dalam ayat tersebut juga terdapat celaan bagi orang yang meninggalkan sujud. Namanya celaan tidaklah diberikan kecuali pada orang yang meninggalkan sesuatu yang wajib.

Yang lebih tepat adalah sujud tilawah tidaklah wajib, namun sunnah (dianjurkan). Dalil yang memalingkan dari perintah wajib adalah hadits muttafaqun ‘alaih (diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).

Dari Zaid bin Tsabit, beliau berkata,

قَرَأْتُ عَلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – ( وَالنَّجْمِ ) فَلَمْ يَسْجُدْ فِيهَا

“Aku pernah membacakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam surat An Najm, (tatkala bertemu pada ayat sajadah dalam surat tersebut) beliau tidak bersujud.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Bukhari membawakan riwayat ini pada Bab “Siapa yang membaca ayat sajadah, namun tidak bersujud.

Dalil lain yang memalingkan dari perintah wajib adalah perbuatan Umar bin Khattab dan perbuatan beliau ini tidak diingkari oleh para sahabat lainnya ketika khutbah Jum’at.
Pada hari Jum’at Umar bin Khattab pernah membacakan surat An Nahl hingga sampai pada ayat sajadah, beliau turun untuk sujud dan manusia pun ikut sujud ketika itu. Ketika datang Jum’at berikutnya, beliau pun membaca surat yang sama, tatkala sampai pada ayat sajadah, beliau lantas berkata,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا نَمُرُّ بِالسُّجُودِ فَمَنْ سَجَدَ فَقَدْ أَصَابَ ، وَمَنْ لَمْ يَسْجُدْ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ
“Wahai sekalian manusia. Kita telah melewati ayat sajadah. Barangsiapa bersujud, maka dia mendapatkan pahala. Barangsiapa yang tidak bersujud, dia tidak berdosa.” Kemudian ‘Umar pun tidak bersujud. (HR. Bukhari no. 1077)

Dari sinilah Ibnu Qudamah mengatakan bahwa hukum sujud tilawah itu sunnah (tidak wajib) dan pendapat ini merupakan ijma’ sahabat (kesepakatan para sahabat). (Lihat Al Mughni, 3/96)

Tata Cara Sujud Tilawah

[Pertama]
Para ulama bersepakat bahwa sujud tilawah cukup dengan sekali sujud.

[Kedua]
Bentuk sujudnya sama dengan sujud dalam shalat.

[Ketiga]

Tidak disyari’atkan -berdasarkan pendapat yang paling kuat- untuk takbiratul ihram dan juga tidak disyari’atkan untuk salam.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,

وَسُجُودُ الْقُرْآنِ لَا يُشْرَعُ فِيهِ تَحْرِيمٌ وَلَا تَحْلِيلٌ : هَذَا هُوَ السُّنَّةُ الْمَعْرُوفَةُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهِ عَامَّةُ السَّلَفِ وَهُوَ الْمَنْصُوصُ عَنْ الْأَئِمَّةِ الْمَشْهُورِينَ

“Sujud tilawah ketika membaca ayat sajadah tidaklah disyari’atkan untuk takbiratul ihram, juga tidak disyari’atkan untuk salam. Inilah ajaran yang sudah ma’ruf dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga dianut oleh para ulama salaf, dan inilah pendapat para imam yang telah masyhur.” (Majmu’ Al Fatawa, 23/165)

[Keempat]
Disyariatkan pula untuk bertakbir ketika hendak sujud dan bangkit dari sujud. Hal ini berdasarkan keumuman hadits Wa-il bin Hujr, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengangkat kedua tangannya ketika bertakbir. Beliau pun bertakbir ketika sujud dan ketika bangkit dari sujud.” (HR. Ahmad, Ad Darimi, Ath Thoyalisiy. Hasan)

[Kelima]
Lebih utama sujud tilawah dimulai dari keadaan berdiri, ketika sujud tilawah ingin dilaksanakan di luar shalat. Inilah pendapat yang dipilih oleh Hanabilah, sebagian ulama belakangan dari Hanafiyah, salah satu pendapat ulama-ulama Syafi’iyah, dan juga pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Dalil mereka adalah:
إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلأَذْقَانِ سُجَّداً
“Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud.” (QS. Al Isro’: 107). Kata mereka, yang namanya yakhirru (menyungkur) adalah dari keadaan berdiri.
Namun, jika seseorang melakukan sujud tilawah dari keadaan duduk, maka ini tidaklah mengapa. Bahkan Imam Syafi’i dan murid-muridnya mengatakan bahwa tidak ada dalil yang mensyaratkan bahwa sujud tilawah harus dimulai dari berdiri. Mereka mengatakan pula bahwa lebih baik meninggalkannya. (Shahih Fiqih Sunnah, 1/449)

http://rumaysho.wordpress.com

0 Comments: