Kami sempat terkesima mendengar kata-kata Ustadz Armen Halim Naro, Lc.
rahimahullah saat memotivasi tentang istighfar, beliau berkata,
“Istighfar kita yang naik ke langit mencegah turunnya musibah ke bumi”. Ini membuat kami sedikit merenung mengenai diri kami dan kami mencoba untuk membaginya.
Fenomena Jejaring Sosial
Ternyata kami sangat jauh menerapkan hal ini. Setelah dipikir-pikir
ada satu yang menjadi penyebabnya yaitu maraknya jejaring sosial seperti
facebook, twitter, google+ dan lain-lain. Inilah membuat kami lalai dan
sangat jauh dari kebiasaan orang-orang shalih dan ulama yaitu
beristighfar di mana pun, kapan pun (tentu bukan di WC, toilet dll),
mengucapkan “
astagfirullah”,”
allahummagfirli” di
sela-sela waktu, di sela-sela kesempatan, di sela-sela kesibukan, ketika
menunggu, ketika naik kendaraan, ketika berjalan kaki, ketika menanti
jemputan dan ketika kita mampu mencuri sedikit waktu yang sangat mahal
dalam berbagai kesibukan.
Para Salaf Mencuri Waktu untuk Beristighfar
Jika mengingat pesan para salaf (pendahulu) kita, maka kita sangat
malu menisbatkan diri kepada mereka. Luqman pernah berpesan kepada
anaknya,
يَا بُنِيَّ عَوِّدْ لِسَانَكَ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي، فَإِنَّ لِلَّهِ سَاعَاتٍ لَا يَرُدَّ فِيهَا سَائِلًا
“Wahai anakku biasakan lisanmu dengan ucapan: [اللهم اغفر لي ]
“Allahummaghfirli (Ya Allah, ampunilah aku)”, karena Allah memiliki
waktu-waktu yang tidak ditolak permintaan hamba-Nya di waktu itu.”
Al-Hasan Al-Bashri
rahimahullah berkata,
أَكْثِرُوا مِنَ
الِاسْتِغْفَارِ فِي بُيُوتِكُمْ، وَعَلَى مَوَائِدِكُمْ، وَفِي
طُرُقِكُمْ، وَفِي أَسْوَاقِكُمْ، وَفِي مَجَالِسِكُمْ أَيْنَمَا كُنْتُمْ،
فَإِنَّكُمْ مَا تَدْرُونَ مَتَى تَنْزِلُ الْمَغْفِرَةُ
”Perbanyaklah istighfar di rumah-rumah, meja-meja makan,
jalan-jalan, pasar-pasar dan majelis-majelis kalian di manapun kalian
berada. Karena kalian tidak tahu kapan turunnya pengampunan Allah”. (
Jami’ Al-ulum wal hikam hal. 535, Darul
Aqidah, Kairo, cet.1, 1422 H)
Belum lagi kisah Imam Malik
rahimahullah yang mencuri waktunya yang sangat mahal. Ketika penyambung suaranya berbicara saat majelis
kajian
(saat itu belum ada pengeras suara, maka ada beberapa penyambung suara
berbicara setelah imam Malik berbicara). Maka waktu longgar tersebut
dimanfaatkan oleh beliau untuk beristighfar kepada Allah
Ta’ala.
Subhanallah, sungguh
sangat jauh dari kebiasaan kita.
Bijak dalam Menyikapi Jejaring Sosial
Kami baru teradar bahwa facebook dan jejaring sosial menjadi penggantinya. Mungkin seperti ini rutinitasnya:
- Setelah shalat Shubuh langsung buka laptop kemudian login, membuka-buka status yang sudah di update tadi malam (padahal statusnya kurang bermanfaat, sekedar curhat atau main-main).
- Kemudian di tempat kerja, ada waktu istirahat sedikit, langsung buka
facebook, update status saat kerja, terkadang status mengeluh dengan
pekerjaan, membicarakan atasan, membicarakan hal-hal yang kurang
penting.
- Sore hari setelah istirahat juga langsung buka facebook,
mencari-cari berita terbaru dari link-link yang ada. Awalnya berniat
membuka link-link bermanfaat. Akan tetapi ada juga yang friend yang
menaruh link kurang bermanfaat, rasa penasaran muncul akhirnya sibuk
dengan hal yang kurang bermanfaat. Atau akhirnya terlalu sibuk mengikuti
perkembangan politik dan artis. “Kasus ini, kasus itu, skandal ini, skandal itu”.
Boleh sekedar tahu tetapi terkadang kita terjerumus rasa penasaran
akhirnya terlalu mengikuti dan lalai. Padahal jika mendengar kasus-kasus
tersebut kebanyakan kita sakit hati dengan kasus-kasus korupsi,
ketidakadilan hukum dan kriminalitas yang telalu bebas disiarkan.
- Maghribnya juga terkadang ada saja yang buka update status.
- Kemudian ba’da Isya menjelang tidur, buka facebook lagi, mencurahkan
uneg-uneg, kejadian dan pengalaman selama sehari, terkadang status yang
bisa menghapus pahala kita karena riya’, seperti kita sudah melakukan
ibadah ini dan itu, baru selsai buka puasa sunnah dan lain-lainnya.
Jika seperti ini, kapan kita menuntut ilmu, berdakwah, waktu untuk
keluarga,
bersosialisasi dengan masyarakat dan beramal? Memang berniat menuntut
ilmu di dunia maya, tetapi menuntut ilmu di dunia nyata waktunya harus
lebih banyak, jelas berbeda keutamaannya menghadiri majelis ilmu. Memang
berniat berdakwah di dunia maya, tetapi berdakwah di dunia nyata
porsinya harus lebih besar, kepada orang tua, kerabat dan lain-lain.
Terkadang ada beberapa orang yang terkesan sangat shalih dan alim di facebook, sangat sering
update status agama, sangat sering berbicara agama, memberi link-link tentang
shalat
malam, tentang menuntut ilmu padahal di dunia nyata ia malah jarang
atau tidak menerapkannya. Tetapi kita perlu husnudzon juga, karena ada
mereka yang memang kerjanya berhubungan dengan dunia internet seperti
ahli IT dan dagang via internet. Jadi mereka sangat memanfaatkan
kesempatan tersebut.
Jauh sebelumnya para ustadz sudah memberi peringatan tentang hal ini. Kita lihatlah pada para
ustadz yang punya akun facebook, mereka lebih sibuk menuntut ilmu dan berdakwah di dunia nyata.
Terkadang Lebih Baik HP Tidak Ada Jaringan Internetnya
Terkadang mungkin ini lebih baik jika tidak terlalu perlu misalnya
untuk bisnis dan perdagangan. HP yang mudah dibawa kemana-mana
menyebabkan kita dengan mudahnya membuka jejaring sosial seperti
facebook. Sehingga sela-sela waktu malah kita gunakan untuk buka
facebook, update status dan
comment. Padahal hal itu kurang terlalu penting. Misalnya, saat pecah ban motor, update status via blackberry:
“Ban motor pecah dijalan ini, bersama @fulan, Alhamdulillah dekat ama tambal ban”. Kemudian menunggu ada yang comment dan saling balas-balasan.
Memang ini adalah hal yang mubah. Akan tetapi alangkah baiknya jika
ketika menunggu kita gunakan untuk beristighfar dan berdzikir.
Merenungkan apa dosa kita dan kesalahan kita hari ini sampai ban motor
bisa pecah sehinga manghambat perjalanan.
Ketahuilah, semua musibah, kesusahan dan kesedihan sekecil apapun itu
adalah akibat dosa kita karena kita lalai bertaubat dan beristighfar.
Mengenai ayat,
يَعْمَلْ سُوءاً يُجْزَ بِهِ
“Barangsiapa yang mengerjakan kejelekan, niscaya akan diberi pembalasan dengannya.” (QS. An-Nisa’:123).
Qotadah
rahimahullah berkata
,
لا يصيب رجلا خدشٌ ولا عثرةٌ إلا بذنب
“Tidaklah seseorang terkena goresan (ranting) atau tersandung melainkan akibat dosa yang ia perbuat”. (
Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Quran 9/236 , Al-Qurthubi, Muassah Risalah, cet.1, 1420 H)
Jangan Melalaikan dan Meremehkan Istighfar
Kita jangan meremehkan istighfar, karena sekedar lafaz yang terucap
saja. Karena dari istighfar inilah bermula hakikat penghambaan terhadap
Allah, yaitu hati remuk-redam, bersedih mengingat dosa-dosa yang pernah
diperbuat setiap harinya. Banyak ilmu dan amal yang belum kita ketahui,
kemudian banyak
ilmu yang sudah kita ketahui tidak kita amalkan, belum lagi
maksiat
yang kita lakukan. Kemudian berbelas-belas memohon ampun kepada Allah,
memohon dikasihani, kemudian berjanji akan beramal kebaikan setelahnya
untuk membalas dan menghapus dosa yang kita perbuat.
Demikianlah hakikat penghambaan, apakah kita beribadah sambil
tertawa? Sambil bermain-main? Sambil bergembira ria? Tidak, tetapi hati
yang tunduk, merendah, menangis dan berlinanglah air mata karena Allah.
Setelah itu barulah hati bergembira karena teringat janji Allah
subhana ta’ala melalui lisan rasul-Nya,
عَيْنَانِ لاَ تَمُسُّهُمَا النَّارُ: عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
“Dua mata yang tidak akan disentuh oleh api Neraka: (pertama) mata yang menangis karena takut kepada Allah Subhanahu wata’ala, (kedua) mata yang bermalam dalam keadaan berjaga di jalan Allah Subhanahu wata’ala.” (HR. At-Tirmidzi no. 1639, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi dan Al-Misykat no. 3829)
Dan hadist,
سبعةيظلّهم اللّه فى ظلّه يوم لاظلّ الاّظلّه ورجل ذكراللّه خالياففاضت عليناه
“Ada tujuh orang yang akan dinaungi oleh Allah Subhanahu wata’ala
dalam naungan-Nya pada hari yang tiada naungan melainkan naungan-Nya
sendiri”,….Orang yang mengingat pada Allah Subhanahu wata’ala di waktu keadaan sunyi lalu berlinanglah airmata dari kedua matanya.” (Muttafaq ‘alaih)
Menangis karena Allah tidak bisa dibuat-buat. Kita tidak bisa
menangis begitu saja tiba-tiba dalam keadaan sunyi (tanpa pengaruh musik
melankolis dan pengaruh karena menangis ramai-ramai seperti di
televisi). Tidak akan bisa menangis karena Allah tanpa proses mengakui
kesalahan dan istighfar sebelumnya. Dan tangisan karena tidak bisa
muncul kecuali dari hati hanif lagi menghamba.
Perlu diperhatikan juga bahwa tangisan karena Allah sebaiknya
disembunyikan, jangan menampakan kesedihan bersama manusia sebagaimana
kesalahan yang sering kita lihat ditelevisi. Oleh karena itu kita perlu
memilih waktu yang tepat.
Istighfar Membuat Kehidupan Menjadi Mudah
Allah
Ta’ala berfirman,
وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعاً حَسَناً إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى
“Dan hendaklah kamu meminta ampun [istighfar] kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan.” (QS. Hud: 3)
Syaikh Muhammad Amin As-Syinqiti berkata menafsirkan ayat ini,
وَالظَّاهِرُ أَنَّ
الْمُرَادَ بِالْمَتَاعِ الْحَسَنِ: سَعَةُ الرِّزْقِ، وَرَغَدُ الْعَيْشِ،
وَالْعَافِيَةُ فِي الدُّنْيَا، وَأَنَّ الْمُرَادَ بِالْأَجَلِ
الْمُسَمَّى: الْمَوْتُ
“Pendapat terkuat tentang yang dimaksud dengan kenikmatan adalah
rizki yang melimpah, kehidupan yang lapang dan keselamatan d idunia dan
yang dimaksud dengan waktu yang ditentukan adalah kematian.” (
Adhwa’ul Bayan 2/170, Darul Fikr, Libanon, 1415 H, Asy-Syamilah)
Kemudian istighfar juga membuat musibah tidak jadi turun, kemudian
jika turun memudahkan kita menghadapinya, dan segera bisa menghilangkan
musibah tersebut.
Imam Al-Qurthubi
rahimahullah menukil dari Ibnu Shubaih dalam tafsirnya , bahwasanya ia berkata,
شَكَا رَجُلٌ إِلَى
الْحَسَنِ الْجُدُوبَةَ فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. وَشَكَا آخَرُ
إِلَيْهِ الْفَقْرَ فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. وَقَالَ لَهُ
آخَرُ. ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَرْزُقَنِي وَلَدًا، فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ
اللَّهَ. وَشَكَا إِلَيْهِ آخَرُ جَفَافَ بُسْتَانِهِ، فَقَالَ لَهُ:
اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. فَقُلْنَا لَهُ فِي ذَلِكَ؟ فَقَالَ: مَا قُلْتُ مِنْ
عِنْدِي شَيْئًا، إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ فِي سُورَةِ” نُوحٍ”
”Ada seorang laki-laki mengadu kepadanya Hasan Al-Bashri tentang kegersangan bumi maka beliau berkata kepadanya,”beristighfarlah kepada Allah!”, yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan maka beliau berkata kepadanya,”beristighfarlah kepada Allah!” yang lain lagi berkata kepadanya,”Doakanlah (aku) kepada Allah, agar Ia memberiku anak!” maka beliau mengatakan kepadanya,”beristighfarlah kepada Allah!” Dan yang lain lagi mengadu tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan pula kepadanya,”beristighfarlah kepada Allah!” Dan kamipun menganjurkan demikian kepada orang tersebut. Lantas Hasan Al-Bashri menjawab: ”Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri. Tetapi sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh.” (
Jami’ Liahkamil Quran 18/302, Darul Kutub Al-Mishriyah, kairo, cet. Ke-2, 1348 H, Asy-Syamilah)
Yang dimaksudkan oleh Al Hasan Al Bashri adalah ayat berikut ini,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا
رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ
مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ
جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (12)
“
Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu,
-sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan
mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya)
untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12). Dengan istighfar dapat menyebabkan datangnya banyak kebaikan.
Jangan Lalai Juga Berdzikir
Kita sepertinya lupa juga dengan anjuran berdzikir, padahal ini adalah perbuatan yang sangat mudah.
Dari Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu, dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ
عَلَى اللِّسَانِ ، ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ ، حَبِيبَتَانِ إِلَى
الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ ، سُبْحَانَ اللَّهِ
الْعَظِيمِ
“
Dua kalimat yang ringan di lisan, namun berat ditimbangan,
dan disukai Ar Rahman yaitu “Subhanallah wa bi hamdih, subhanallahil
‘azhim” (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya. Maha Suci Allah Yang
Maha Agung). (HR. Bukhari no. 6682 dan Muslim no. 2694)
Kemudian balasan dzikir sederhana yang dapat berbuah pahala besar dapat kita lihat pada
hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَالَ سُبْحَانَ
اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ
وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحر.رواه البخاري و مسلم.
“Barangsiapa yang mengucapkan: “Subahnallah wa bihamdihi “di dalam sehari 100 kali, dihapuskan dosa-dosanya walaupun seperti buih dilautan”. [HR. Bukhari, no. 5926 dan Muslim, no. 4857]
Perhatikan, hanya sekitar 3-5 menit untuk membacanya 100 kali, dosa
kita terhapus semuanya. Untuk facebook dan twiter ketika menunggu tembel
ban misalnya, kita habiskan sampai 20 menit.
Terbukti, Kuatnya Pengaruh Dzikir
Bagi yang sudah terbiasa berdzikir dan merasakan nikmatnya, maka ia
adalah kebutuhan pokok seorang hamba dalam kehidupan sehari-hari. Ia
adalah kekuatan yang memudahkan kita melaksanakan berbagai ketataan dan
mejaga kita dari keburukuan. Seolah-olah ada yang kurang jika tidak
berdzikir. Dzikir pagi-petang sebagai tempat pengisiannya.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
rahimahullah memaparkan bagimana pengaruh
dzikir terhadap hamba berdasarkan pengamatannya langsung terhadap guru beliau Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah,
أن الذكر يعطي الذاكر قوة،
حتى إنه ليفعل مع الذكر ما لم يظن فعله بدونه، وقد شاهدت من قوة شيخ
الإسلام ابن تيمية في سننه وكلامه وإقدامه وكتابه أمراً عجيباً، فكان يكتب
في اليوم من التصنيف ما يكتبه الناسخ في جمعه وأكثر، وقد شاهد العسكر من
قوته في الحرب أمراً عظيماً
“Sesungguhnya bacaan dzikir memberikan kepada pelakunya
kekuatan.sampai-sampai ia mampu melakukan pekerjaan yang tidak mungkin
dilakukan bila tanpa berdzikir. Sungguh saya menyaksikan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam perilaku, ucapan, keberanian dan
karya tulisnya sesuatu yang menakjubkan. Dahulu, beliau menulis dalam sehari sama dengan orang yang cuma menyalin bahkan beliau bisa mengalahkannya lebih dari itu. Dara pasukan juga telah mengakui keberanian beliau dalam peperangan yang luar biasa.” (
Al-Wabilus Shayyib min Kalamith Thayyib hal. 77, Darul Hadist, kairo, cet. Ke-3, Asy-Syamilah)
Hanya berdzikir mengingat Allah hati kita menjadi tenang, jika masih
saja tidak tenang padahal sudah berdzikir, ketahuilah hati kita mungkin
sedang sakit, sehingga perlu keseriusan dan terus menerus berdzikir.
Allah
Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati
Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)
Hendaklah kita bijak menggunakan waktu kita yang sangat mahal,
seorang ulama berkata kepada mereka yang sedang duduk-duduk [sekedar
nongkrong] bahwa ia ingin sekali membeli waktunya. Belum lagi para ulama
yang tidur sehari hanya sekitar empat jam saja. Karena tugas kita
sangat banyak dalam
dakwah maka hendaknya menjual mahal terhadap waktu.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالفَرَاغُ
“
Dua kenikmatan yang sering dilalaikan oleh sebagian besar manusia yaitu nikmat sehat dan nikmat waktu luang”. (HR. Bukhari no.6412)
Semoga bermanfaat bagi kaum muslimin.
Alhamdulillahilladzi bi
ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa
‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Disempurnakan di Lombok, pulau seribu masjid, 26 Syawwal 1432 H.
Semoga Allah meluruskan niat kami dalam menulis
—
Penulis:
Raehanul Bahraen
Muroja’ah:
Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel
Muslim.Or.Id
Kami
sempat terkesima mendengar kata-kata Ustadz Armen Halim Naro, Lc. rahimahullah saat
memotivasi tentang istighfar, beliau berkata, “Istighfar kita yang naik
ke langit mencegah turunnya musibah ke bumi”. Ini membuat kami sedikit
merenung mengenai diri kami dan kami mencoba untuk membaginya.
Fenomena
Jejaring Sosial
Ternyata
kami sangat jauh menerapkan hal ini. Setelah dipikir-pikir ada satu yang
menjadi penyebabnya yaitu maraknya jejaring sosial seperti facebook, twitter,
google+ dan lain-lain. Inilah membuat kami lalai dan sangat jauh dari kebiasaan
orang-orang shalih dan ulama yaitu beristighfar di mana pun, kapan pun (tentu
bukan di WC, toilet dll), mengucapkan “astagfirullah”,” allahummagfirli”
di sela-sela waktu, di sela-sela kesempatan, di sela-sela kesibukan, ketika
menunggu, ketika naik kendaraan, ketika berjalan kaki, ketika menanti jemputan
dan ketika kita mampu mencuri sedikit waktu yang sangat mahal dalam berbagai
kesibukan.
Para
Salaf Mencuri Waktu untuk Beristighfar
Jika
mengingat pesan para salaf (pendahulu) kita, maka kita sangat malu menisbatkan
diri kepada mereka. Luqman pernah berpesan kepada anaknya,
يَا بُنِيَّ عَوِّدْ لِسَانَكَ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِي، فَإِنَّ لِلَّهِ سَاعَاتٍ لَا يَرُدَّ فِيهَا سَائِلًا
“Wahai
anakku biasakan lisanmu dengan ucapan: [اللهم اغفر لي ]
“Allahummaghfirli (Ya Allah, ampunilah aku)”, karena Allah memiliki
waktu-waktu yang tidak ditolak permintaan hamba-Nya di waktu itu.”
Al-Hasan
Al-Bashri rahimahullah berkata,
أَكْثِرُوا مِنَ الِاسْتِغْفَارِ فِي بُيُوتِكُمْ،
وَعَلَى مَوَائِدِكُمْ، وَفِي طُرُقِكُمْ، وَفِي أَسْوَاقِكُمْ، وَفِي
مَجَالِسِكُمْ أَيْنَمَا كُنْتُمْ، فَإِنَّكُمْ مَا تَدْرُونَ مَتَى تَنْزِلُ
الْمَغْفِرَةُ
”Perbanyaklah
istighfar di rumah-rumah, meja-meja makan, jalan-jalan, pasar-pasar dan
majelis-majelis kalian di manapun kalian berada. Karena kalian tidak tahu kapan
turunnya pengampunan Allah”. (Jami’ Al-ulum wal hikam hal.
535, Darul Aqidah,
Kairo, cet.1, 1422 H)
Belum
lagi kisah Imam Malik rahimahullah yang mencuri waktunya yang
sangat mahal. Ketika penyambung suaranya berbicara saat majelis kajian
(saat itu belum ada pengeras suara, maka ada beberapa penyambung suara
berbicara setelah imam Malik berbicara). Maka waktu longgar tersebut
dimanfaatkan oleh beliau untuk beristighfar kepada Allah Ta’ala. Subhanallah, sungguh sangat
jauh dari kebiasaan kita.
Bijak dalam
Menyikapi Jejaring Sosial
Kami baru
teradar bahwa facebook dan jejaring sosial menjadi penggantinya. Mungkin
seperti ini rutinitasnya:
- Setelah shalat Shubuh
langsung buka laptop kemudian login, membuka-buka status yang sudah
di update tadi malam (padahal statusnya kurang
bermanfaat, sekedar curhat atau main-main).
- Kemudian di tempat kerja,
ada waktu istirahat sedikit, langsung buka facebook, update status saat
kerja, terkadang status mengeluh dengan pekerjaan, membicarakan atasan,
membicarakan hal-hal yang kurang penting.
- Sore hari setelah istirahat
juga langsung buka facebook, mencari-cari berita terbaru dari link-link
yang ada. Awalnya berniat membuka link-link bermanfaat. Akan tetapi ada
juga yang friend yang menaruh link kurang bermanfaat,
rasa penasaran muncul akhirnya sibuk dengan hal yang kurang bermanfaat.
Atau akhirnya terlalu sibuk mengikuti perkembangan politik dan artis. “Kasus
ini, kasus itu, skandal ini, skandal itu”. Boleh sekedar tahu tetapi
terkadang kita terjerumus rasa penasaran akhirnya terlalu mengikuti dan
lalai. Padahal jika mendengar kasus-kasus tersebut kebanyakan kita sakit
hati dengan kasus-kasus korupsi, ketidakadilan hukum dan kriminalitas yang
telalu bebas disiarkan.
- Maghribnya juga terkadang
ada saja yang buka update status.
- Kemudian ba’da Isya
menjelang tidur, buka facebook lagi, mencurahkan uneg-uneg, kejadian dan
pengalaman selama sehari, terkadang status yang bisa menghapus pahala kita
karena riya’, seperti kita sudah melakukan ibadah ini dan itu, baru selsai
buka puasa
sunnah
dan lain-lainnya.
Jika
seperti ini, kapan kita menuntut ilmu, berdakwah, waktu untuk keluarga, bersosialisasi dengan masyarakat dan
beramal? Memang berniat menuntut ilmu di dunia maya, tetapi menuntut ilmu di
dunia nyata waktunya harus lebih banyak, jelas berbeda keutamaannya menghadiri
majelis ilmu. Memang berniat berdakwah di dunia maya, tetapi berdakwah di
dunia nyata porsinya harus lebih besar, kepada orang tua, kerabat dan
lain-lain.
Terkadang
ada beberapa orang yang terkesan sangat shalih dan alim di facebook, sangat
sering update status agama, sangat sering berbicara agama,
memberi link-link tentang shalat malam, tentang menuntut ilmu padahal di
dunia nyata ia malah jarang atau tidak menerapkannya. Tetapi kita perlu
husnudzon juga, karena ada mereka yang memang kerjanya berhubungan dengan dunia
internet seperti ahli IT dan dagang via internet. Jadi mereka sangat
memanfaatkan kesempatan tersebut.
Jauh
sebelumnya para ustadz sudah memberi peringatan tentang hal ini. Kita lihatlah
pada para ustadz
yang punya akun facebook, mereka lebih sibuk menuntut ilmu dan berdakwah di
dunia nyata.
Terkadang
Lebih Baik HP Tidak Ada Jaringan Internetnya
Terkadang
mungkin ini lebih baik jika tidak terlalu perlu misalnya untuk bisnis dan
perdagangan. HP yang mudah dibawa kemana-mana menyebabkan kita dengan mudahnya
membuka jejaring sosial seperti facebook. Sehingga sela-sela waktu malah kita
gunakan untuk buka facebook, update status dan comment. Padahal hal
itu kurang terlalu penting. Misalnya, saat pecah ban motor, update status via
blackberry: “Ban motor pecah dijalan ini, bersama @fulan, Alhamdulillah
dekat ama tambal ban”. Kemudian menunggu ada yang comment dan saling
balas-balasan.
Memang
ini adalah hal yang mubah. Akan tetapi alangkah baiknya jika ketika menunggu
kita gunakan untuk beristighfar dan berdzikir. Merenungkan apa dosa kita dan
kesalahan kita hari ini sampai ban motor bisa pecah sehinga manghambat
perjalanan.
Ketahuilah,
semua musibah, kesusahan dan kesedihan sekecil apapun itu adalah akibat dosa
kita karena kita lalai bertaubat dan beristighfar.
Mengenai
ayat,
يَعْمَلْ سُوءاً يُجْزَ بِهِ
“Barangsiapa
yang mengerjakan kejelekan, niscaya akan diberi pembalasan dengannya.” (QS. An-Nisa’:123).
Qotadah rahimahullah berkata,
لا يصيب رجلا خدشٌ ولا عثرةٌ إلا بذنب
“Tidaklah
seseorang terkena goresan (ranting) atau tersandung melainkan akibat
dosa yang ia perbuat”. (Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Quran 9/236 , Al-Qurthubi,
Muassah Risalah, cet.1, 1420 H)
Jangan
Melalaikan dan Meremehkan Istighfar
Kita
jangan meremehkan istighfar, karena sekedar lafaz yang terucap saja. Karena
dari istighfar inilah bermula hakikat penghambaan terhadap Allah, yaitu hati
remuk-redam, bersedih mengingat dosa-dosa yang pernah diperbuat setiap harinya.
Banyak ilmu dan amal yang belum kita ketahui, kemudian banyak ilmu
yang sudah kita ketahui tidak kita amalkan, belum lagi maksiat
yang kita lakukan. Kemudian berbelas-belas memohon ampun kepada Allah, memohon
dikasihani, kemudian berjanji akan beramal kebaikan setelahnya untuk membalas
dan menghapus dosa yang kita perbuat.
Demikianlah
hakikat penghambaan, apakah kita beribadah sambil tertawa? Sambil bermain-main?
Sambil bergembira ria? Tidak, tetapi hati yang tunduk, merendah, menangis dan
berlinanglah air mata karena Allah.
Setelah
itu barulah hati bergembira karena teringat janji Allah subhana
ta’ala melalui lisan rasul-Nya,
عَيْنَانِ لاَ تَمُسُّهُمَا النَّارُ: عَيْنٌ بَكَتْ
مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
“Dua mata
yang tidak akan disentuh oleh api Neraka: (pertama) mata yang menangis
karena takut kepada Allah Subhanahu wata’ala, (kedua) mata yang bermalam
dalam keadaan berjaga di jalan Allah Subhanahu wata’ala.” (HR. At-Tirmidzi no. 1639,
dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi dan Al-Misykat no.
3829)
Dan
hadist,
سبعةيظلّهم اللّه فى ظلّه يوم لاظلّ الاّظلّه ورجل
ذكراللّه خالياففاضت عليناه
“Ada
tujuh orang yang akan dinaungi oleh Allah Subhanahu wata’ala dalam naungan-Nya
pada hari yang tiada naungan melainkan naungan-Nya sendiri”,….Orang yang
mengingat pada Allah Subhanahu wata’ala di waktu keadaan sunyi lalu
berlinanglah airmata dari kedua matanya.” (Muttafaq ‘alaih)
Menangis
karena Allah tidak bisa dibuat-buat. Kita tidak bisa menangis begitu saja
tiba-tiba dalam keadaan sunyi (tanpa pengaruh musik melankolis dan pengaruh
karena menangis ramai-ramai seperti di televisi). Tidak akan bisa menangis
karena Allah tanpa proses mengakui kesalahan dan istighfar sebelumnya. Dan
tangisan karena tidak bisa muncul kecuali dari hati hanif lagi menghamba.
Perlu
diperhatikan juga bahwa tangisan karena Allah sebaiknya disembunyikan, jangan
menampakan kesedihan bersama manusia sebagaimana kesalahan yang sering kita
lihat ditelevisi. Oleh karena itu kita perlu memilih waktu yang tepat.
Istighfar
Membuat Kehidupan Menjadi Mudah
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ
إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعاً حَسَناً إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى
“Dan hendaklah
kamu meminta ampun [istighfar] kepada Tuhanmu dan bertaubat
kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan
memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang
telah ditentukan.” (QS. Hud: 3)
Syaikh
Muhammad Amin As-Syinqiti berkata menafsirkan ayat ini,
وَالظَّاهِرُ أَنَّ الْمُرَادَ بِالْمَتَاعِ
الْحَسَنِ: سَعَةُ الرِّزْقِ، وَرَغَدُ الْعَيْشِ، وَالْعَافِيَةُ فِي الدُّنْيَا،
وَأَنَّ الْمُرَادَ بِالْأَجَلِ الْمُسَمَّى: الْمَوْتُ
“Pendapat
terkuat tentang yang dimaksud dengan kenikmatan adalah rizki yang melimpah,
kehidupan yang lapang dan keselamatan d idunia dan yang dimaksud dengan waktu
yang ditentukan adalah kematian.” (Adhwa’ul Bayan 2/170, Darul
Fikr, Libanon, 1415 H, Asy-Syamilah)
Kemudian
istighfar juga membuat musibah tidak jadi turun, kemudian jika turun memudahkan
kita menghadapinya, dan segera bisa menghilangkan musibah
tersebut.
Imam
Al-Qurthubi rahimahullah menukil dari Ibnu Shubaih dalam
tafsirnya , bahwasanya ia berkata,
شَكَا رَجُلٌ إِلَى الْحَسَنِ الْجُدُوبَةَ فَقَالَ
لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. وَشَكَا آخَرُ إِلَيْهِ الْفَقْرَ فَقَالَ لَهُ:
اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. وَقَالَ لَهُ آخَرُ. ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَرْزُقَنِي
وَلَدًا، فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. وَشَكَا إِلَيْهِ آخَرُ جَفَافَ
بُسْتَانِهِ، فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. فَقُلْنَا لَهُ فِي ذَلِكَ؟ فَقَالَ:
مَا قُلْتُ مِنْ عِنْدِي شَيْئًا، إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ فِي سُورَةِ”
نُوحٍ”
”Ada
seorang laki-laki mengadu kepadanya Hasan Al-Bashri tentang kegersangan
bumi maka beliau berkata kepadanya,”beristighfarlah kepada
Allah!”, yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan maka
beliau berkata kepadanya,”beristighfarlah kepada Allah!” yang lain
lagi berkata kepadanya,”Doakanlah (aku) kepada Allah, agar Ia memberiku
anak!” maka beliau mengatakan kepadanya,”beristighfarlah kepada
Allah!” Dan yang lain lagi mengadu tentang kekeringan kebunnya maka
beliau mengatakan pula kepadanya,”beristighfarlah kepada Allah!” Dan
kamipun menganjurkan demikian kepada orang tersebut. Lantas Hasan
Al-Bashri menjawab: ”Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri.
Tetapi sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh.” (Jami’ Liahkamil Quran 18/302,
Darul Kutub Al-Mishriyah, kairo, cet. Ke-2, 1348 H, Asy-Syamilah)
Yang
dimaksudkan oleh Al Hasan Al Bashri adalah ayat berikut ini,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ
غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ
بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
(12)
“Maka
aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia
adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan
lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu
kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS.
Nuh: 10-12). Dengan istighfar dapat menyebabkan datangnya banyak kebaikan.
Jangan
Lalai Juga Berdzikir
Kita
sepertinya lupa juga dengan anjuran berdzikir, padahal ini adalah perbuatan
yang sangat mudah.
Dari Abu
Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, beliau bersabda,
كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ،
ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ ، حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ
وَبِحَمْدِهِ ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ
“Dua
kalimat yang ringan di lisan, namun berat ditimbangan, dan disukai
Ar Rahman yaitu “Subhanallah wa bi hamdih, subhanallahil ‘azhim” (Maha Suci
Allah dan segala puji bagi-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Agung). (HR.
Bukhari no. 6682 dan Muslim no. 2694)
Kemudian
balasan dzikir sederhana yang dapat berbuah pahala besar dapat kita lihat pada hadits
Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ فِي
يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ
الْبَحر.رواه البخاري و مسلم.
“Barangsiapa
yang mengucapkan: “Subahnallah wa bihamdihi “di dalam sehari 100 kali, dihapuskan
dosa-dosanya walaupun seperti buih dilautan”. [HR. Bukhari, no. 5926 dan
Muslim, no. 4857]
Perhatikan,
hanya sekitar 3-5 menit untuk membacanya 100 kali, dosa kita terhapus semuanya.
Untuk facebook dan twiter ketika menunggu tembel ban misalnya, kita habiskan
sampai 20 menit.
Terbukti,
Kuatnya Pengaruh Dzikir
Bagi yang
sudah terbiasa berdzikir dan merasakan nikmatnya, maka ia adalah kebutuhan pokok
seorang hamba dalam kehidupan sehari-hari. Ia adalah kekuatan yang
memudahkan kita melaksanakan berbagai ketataan dan mejaga kita dari keburukuan.
Seolah-olah ada yang kurang jika tidak berdzikir. Dzikir pagi-petang sebagai
tempat pengisiannya.
Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah rahimahullah memaparkan bagimana pengaruh dzikir terhadap hamba berdasarkan
pengamatannya langsung terhadap guru beliau Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah,
أن الذكر يعطي الذاكر قوة، حتى إنه ليفعل مع الذكر ما
لم يظن فعله بدونه، وقد شاهدت من قوة شيخ الإسلام ابن تيمية في سننه وكلامه
وإقدامه وكتابه أمراً عجيباً، فكان يكتب في اليوم من التصنيف ما يكتبه الناسخ في
جمعه وأكثر، وقد شاهد العسكر من قوته في الحرب أمراً عظيماً
“Sesungguhnya
bacaan dzikir memberikan kepada pelakunya kekuatan.sampai-sampai ia mampu
melakukan pekerjaan yang tidak mungkin dilakukan bila tanpa berdzikir. Sungguh
saya menyaksikan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam perilaku, ucapan,
keberanian dan karya tulisnya sesuatu yang menakjubkan. Dahulu, beliau menulis
dalam sehari sama dengan orang yang cuma menyalin bahkan beliau bisa
mengalahkannya lebih dari itu. Dara pasukan juga telah mengakui keberanian
beliau dalam peperangan yang luar biasa.” (Al-Wabilus Shayyib min Kalamith
Thayyib hal. 77, Darul Hadist, kairo, cet. Ke-3, Asy-Syamilah)
Hanya
berdzikir mengingat Allah hati kita menjadi tenang, jika masih saja tidak
tenang padahal sudah berdzikir, ketahuilah hati kita mungkin sedang sakit,
sehingga perlu keseriusan dan terus menerus berdzikir.
Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم
بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)
Hendaklah
kita bijak menggunakan waktu kita yang sangat mahal, seorang ulama berkata
kepada mereka yang sedang duduk-duduk [sekedar nongkrong] bahwa ia ingin sekali
membeli waktunya. Belum lagi para ulama yang tidur sehari hanya sekitar
empat jam saja. Karena tugas kita sangat banyak dalam dakwah maka hendaknya menjual mahal
terhadap waktu.
Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ
النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالفَرَاغُ
“Dua
kenikmatan yang sering dilalaikan oleh sebagian besar manusia yaitu nikmat
sehat dan nikmat waktu luang”. (HR. Bukhari no.6412)
Semoga
bermanfaat bagi kaum muslimin. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi
tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa
shohbihi wa sallam.
Disempurnakan
di Lombok, pulau seribu masjid, 26 Syawwal 1432 H.
Semoga
Allah meluruskan niat kami dalam menulis
—
0 Comments:
Post a Comment